Sabtu, 06 Juli 2013

Nilai moral Ngelmu kyai petruk

Lirik lagu merupakan salah satu cara penyampaian pesan yang dapat dengan mudah dicerna oleh pendengar musik. Pemilihan kata yang baik bisa menjadi acuan hidup pada kehidupan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pesan moral yang terkandung dalam lagu Ngelmu Kyai Petruk yang di populerkan oleh Grup Rap Jahanam. Penelitian ini terdapat rumusan masalah, yaitu : bagaimana representasi nilai moral dalam lirik lagu Ngelmu Kyai Petruk yang dipopulerkan grup Rap Jahanam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pesan moral yang terkandung dalam lagu Ngelmu Kyai Petruk yang di populerkan oleh Grup Rap Jahanam. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan analisis semiotika dari Roland Barthes. Barthes meletakkan tanda dalam konteks komunikasi dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut denotasi, konotasi dan mitos. Data yang diperoleh berasal dari data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data diperoleh dari lagu Ngelmu Kyai Petruk tersebut dari dokumentasi dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lirik lagu Ngelmu Kyai Petruk memuat gambaran tentang nilai moral yang mencakup tiga aspek yaitu nilai moral individualisme yang mencakup etika perilaku manusia yang memprioritaskan terhadap nilai pribadi. Kemudian nilai moral sosial yang menitik beratkan hubungan antar individu atau dalam islam bisa disebut sebagai habluminannas, serta yang paling utama adalah nilai moral yang menitik beratkan hubungan antar manusia dengan Tuhannya atau habluminAllah


Kuncung ireng pancal putih,
Swarga durung weruh,
Neraka durung wanuh,
Mung donya sing aku weruh,

Uripku aja nganti duwe mungsuh.

Ribang bumi ribang nyawa,
Ana beja ana cilaka,
Ana urip ana mati,
Precil mijet wohing ranti,
Seneng mesti susah,
Susah mesti seneng,
Aja seneng nek duwe,
Aja susah nek ora duwe.
Senenge saklentheng susahe sarendheng,
Susah jebule seneng,
Seneng jebule susah,
Sugih durung karuan seneng,
Ora duwe durung karuan susah,
Susah seneng ora bisa disawang,
Bisane mung dirasakake dhewe.
Kapiran kapirun sapi ora nuntun,
Urip aja mung nenuwun,
Yen sapimu masuk angin tambanana,
Jamune ulekan lombok,
Bawang uyah lan kecap,
Wetenge wedhakana parutan jahe,
Urip kudu nyambut gawe.
Pipi ngempong bokong,
Iki dhapur sampurnaning wong,
Yen ngelak ngombea,
Yen ngelih mangana,
Yen kesel ngasoa,
Yen ngantuk turua.
Pipi padha pipi,
Bokong padha bokong,
Pipi dudu bokong,
Onde-onde jemblem bakwan,
Urip iku pindha wong njajan,
Kabeh ora bisa dipangan,
Miliha sing bisa kepangan,
Mula elinga dhandhanggulane jajan.
Pipis kopyor sanggupira lunga ngaji,
Le ngaji nyang be jadah,
Gedang goreng iku rewange,
Kepethuk si alu-alu,
Nunggang dangglem nyengkelit lopis,
Utusane tuwan jenang,
Arso mbedhah ing mendhut,
Rame nggennya bandayudha,
Silih ungkih tan ana ngalah sawiji,
Patinira kecucuran.
Ki Daruna Ni Daruni,
Wis ya, aku bali menyang Giri,
Aku iki Kyai Petruk ratuning Merapi,
Lho ratu kok kadi pak tani?,
Sumber: buku Air Kata-Kata, karangan Sindhunata.
Satu hal yang harus diingat, mempelajari kebudayaan suatu daerah bukan berarti kita menjadi “rasis” atau fanatik kedaerahan, namun itu semua sebagai wujud pertanggung jawaban kita terhadap peninggalan nenek moyang bangsa kita. Dan juga melestarikan kebudayan daerah bukan hanya menjadi tanggung jawab warga daerah tersebut. Tetapi juga menjadi tanggung jawab kita semua. (ingat semboyan bangsa kita “Bhineka Tunggal Ika” Bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang hidup modern, tetapi juga bangsa yang mampu hidup modern tanpa meninggalkan ajaran dan nilai luhur kebudayaannya

Kinasih : yang terkasih
Bebendu : Bencana / azab
Kasunyatan : kenyataan
Menggalih : memikirkan
Nglurug tanpo bolo : datang tanpa pasukan
Menang tanpo ngasorake : menang tanpa mengalahkan
Digdoyo tanpo aji : sakti tanpa ilmu kesaktian
Mati sakjroning urip : mati didalam hidup
tuwin nerangkaken ukuran kaping papat : dan menerangkan ukuran yang ke empat
Aja Dumeh : jangan merasa dirinya lebih
Mulat Sarira, Hangrasa Wani : senantiasa mawas diri, instropeksi diri
Mikul dhuwur, Mendhem jero : Menghargai / menghormati serta menyimpanrahasia orang lain.
Ajining dhiri saka lati :Harga diri tergantung ucapannya
lan liyan-liyane(dan lainnya)

Kesimpulan
Ajaran Filsafat Jawa itu sangat jauh beda dengan Filsafat Barat yang mengedepankan logika yang nota bene menjadi asas pokok dari ajaran Filsafat zaman sekarang, bahkan Filsafat Jawa berhubungan erat dengan ajaran Islam. Ajaran-ajaran yang mendalam dan penuh dengan prinsip kehidupan bermasyarakat.
Filsafat Jawa berbicara tentang hal-hal yang sederhana, namun sangat mendasar dan mendalam dan selalu berbicara tentang kehidupan kita sehari-hari tentang perilaku kita, tentang hubungan kita dengan sesama bahkan hubungan dengan sang Khaliq. Dalam Filsafat jawa kita mendengar tentang adanya Ular-ular, Unen-unen, Sesanti, Mulat sariro dan Tepo Seliro, Tembang serta masih banyak lagi kata-kata( ajaran ) dalam Filsafat Jawa, yang mengandung banyak rahasia yang tersembunyi dalam kata-kata (ajaran) tersebut.




Sumber :http://glagahcakra.blogspot.com/2009/10/ngelmu-kyai-petruk-kuncung-ireng-pancal.html dan http://repository.upnyk.ac.id/4470/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar